Penghujung tahun 2005 di kota Sydney, Australia, seorang pemuda yang lahir dan besar di Sukabumi, Jawa Barat, mencoba peruntungan melamar kerja sebagai teknisi software di Microsoft.
Wawancara selama 6 jam ia ladeni, dan hasilnya tidak sia-sia, kini ia bekerja di kantor pusat Microsoft.
Henry Tan Setiawan masih ingat betul momen berharga itu. Kala itu Microsoft sedang menggelarrecruitment trip di beberapa negara, salah satunya Australia. Dan, kala itu pula ia masih kuliah di University of Technology Sydney untuk mengejar gelar PhD yang diemban sejak 2003.
Henry mulai bekerja untuk Microsoft pada Januari 2006 di kota Redmond, Washington, Amerika Serikat, dan langsung menangani layanan Messenger Server. Jabatannya kala itu adalah Software Design Engineer (SDE).
"Karier saya benar-benar dimulai dari bawah," katanya saat ditemui di kantor Microsoft Indonesia, Kamis (7/6/2012).
Ia tak ingin kuliahnya telantar. Karena itu, harus pintar-pintar membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Hingga pada 2007, Henry berhasil mendapat gelar PhD di bawah bimbingan Prof Tharam S Dillon.
Sukabumi
Anak bungsu dari dua bersaudara ini lahir di Sukabumi pada 7 Desember 1979, dari pasangan Jan Setiawan dan Ina Setiawan. Ia besar di tengah keluarga mampu. Ayah dan ibunya adalah pedagang hasil bumi dan ternak.
"Saya termasuk anak yang beruntung karena orangtua bisa menyekolahkan ke luar negeri," Henry mengakui.
Sejak kecil Henry sudah menyukai Matematika dan Fisika. Ia kemudian kuliah di Singapura pada 1998 lalu, diteruskan ke Australia.
Di Australia, ia bekerja untuk menambah penghasilan. Henry pernah bekerja sebagai loper koran dan menjaga supermarket. "Waktu itu saya kerja di supermarket dapat shift subuh. Bayarannya terbilang besar, sekitar 25 sampai 30 dollar per jamnya. Bayaran shift pagi memang besar."
Ia juga pernah bekerja di sebuah startup bernama SpeedAlert, yang membuat aplikasi untuk mendeteksi dan memperingatkan batas kecepatan seseorang yang membawa kendaraan di jalan raya Australia. Australia memang menerapkan sistem batas kecepatan berlalu lintas. Karena itulah, ia rela bekerja di startup ini dan tidak dibayar. "Yang saya butuhkan adalah pengalaman dan portofolio," tuturnya.
Semasa di luar negeri, biasanya Henry menjalin komunikasi dengan keluarga di Indonesia menggunakan aplikasi chatting dan video call Skype.
Ketika ada kesempatan untuk kembali ke kampung halaman, Henry dan istri, Theresia Lesmana, membawa serta kedua putrinya, yakni Enrika Claire (5,5 tahun) dan Eidee Laurel (3,5 tahun).
"Anak-anak saya bisa bahasa Indonesia, tapi masih pelo-pelo," kata Henry sembari tertawa. "Dan kalau ke Indonesia, pasti anak saya dapat kosakata baru yang kedengarannya lucu-lucu."
Membangun mesin pencari Bing
Henry merupakan salah satu dari sekitar 80 orang asal Indonesia yang bekerja di kantor pusat Microsoft di Redmond.
Sejak Oktober 2008, ia dipercaya untuk mengembangkan Bing, sebuah proyek reinkarnasi dari tiga produk mesin pencari Microsoft sebelumnya, yaitu Live Search, Windows Live Search, dan MSN Search.
Bing, yang diluncurkan pada 3 Juni 2009, diasuh oleh banyak orang dari bermacam tim. Saking banyaknya, Henry tak bisa mengira-ngira berapa jumlah orang yang ikut mengembangkan Bing.
Henry punya peran besar di Bing. Ia turut membuat platform Bing. Tugas sehari-harinya kini memimpin urusan teknis dan inkubasi jangka panjang indeks pencarian. Timnya menyortir URL dari situs web dan blog yang baru lahir di seluruh dunia.
"Ada beribu-ribu URL, kapasitasnya petabyte, bukan lagi gigabyte atau terabyte," ucap Henry sambil menunjukkan screenshot di layar komputer bagaimana ia dan tim menyortir URL-URL baru.
Di sini timnya harus memilih konten apa yang paling relevan dengan hasil pencarian. Mulai dari berita, gambar, video, yang ada di situs web ataupun blog. Berita terkini selalu berada di garis depan pencarian.
Karier Henry di Microsoft terbilang cepat, ia naik jabatan jadi Software Design Engineer 2 (SDE 2) dan sekarang sudah Senior SDE.
Bing memang dibuat Microsoft untuk melawan dominasi Google di ranah mesin pencari. Namun, bukan berarti Bing mengekor fitur-fitur yang ada di Google. "Kami ingin selangkah lebih maju. Jadi tidak mengikuti pemimpin pasar, tapi kita harus membuat sesuatu yang baru," tegas Henry.
Bing berhasil menyerang kelemahan Google yang kini tidak diizinkan mencari konten Facebook. Sejak 2012, Bing bekerja sama dengan Facebook untuk menampilkan hasil pencarian konten-konten di situs jejaring sosial terbesar di dunia itu. Google sempat meradang karena hal ini, dan menyebut Facebook telah menyandera data penggunanya.
Sekarang Henry ingin membangun jaringan dengan Microsoft di Indonesia. Henry senang begitu mengetahui bahwa Microsoft Indonesia punya program yang membantu kelahiran dan menjaga hubungan antar-startup di Indonesia.
"Saya berkomitmen untuk menjalin hubungan dengan Microsoft Indonesia. Dan saya ingin mulai memperhatikan ekosistem bisnis software di Indonesia," aku Henry.
Sebagai orang Indonesia yang berhasil menembus kantor pusat Microsoft, Henry mengatakan bahwa orang Indonesia punya kemampuan teknis yang mumpuni, tak kalah, dan bahkan setara dengan orang dari negara lain. Yang menjadi masalah sekarang, menurut Henry, adalah soal jaringan.
Ketika bertemu orang yang hebat, ada baiknya untuk menjalin komunikasi dan hubungan yang baik. "Yang terpenting adalah jaringan, bagaimana kita membangun jaringan. Begitu ada kesempatan, maka sesuatu akan terjadi," ucap Henry.
Ia menyarankan, ada baiknya kampus-kampus di Indonesia menjalin hubungan baik dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia pun tak memungkiri bahwa keberhasilannya bekerja di Microsoft pusat tak lepas dari faktor jaringan dan tentu saja, keberuntungan.
Wawancara selama 6 jam ia ladeni, dan hasilnya tidak sia-sia, kini ia bekerja di kantor pusat Microsoft.
Henry Tan Setiawan masih ingat betul momen berharga itu. Kala itu Microsoft sedang menggelarrecruitment trip di beberapa negara, salah satunya Australia. Dan, kala itu pula ia masih kuliah di University of Technology Sydney untuk mengejar gelar PhD yang diemban sejak 2003.
Henry mulai bekerja untuk Microsoft pada Januari 2006 di kota Redmond, Washington, Amerika Serikat, dan langsung menangani layanan Messenger Server. Jabatannya kala itu adalah Software Design Engineer (SDE).
"Karier saya benar-benar dimulai dari bawah," katanya saat ditemui di kantor Microsoft Indonesia, Kamis (7/6/2012).
Ia tak ingin kuliahnya telantar. Karena itu, harus pintar-pintar membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Hingga pada 2007, Henry berhasil mendapat gelar PhD di bawah bimbingan Prof Tharam S Dillon.
Sukabumi
Anak bungsu dari dua bersaudara ini lahir di Sukabumi pada 7 Desember 1979, dari pasangan Jan Setiawan dan Ina Setiawan. Ia besar di tengah keluarga mampu. Ayah dan ibunya adalah pedagang hasil bumi dan ternak.
"Saya termasuk anak yang beruntung karena orangtua bisa menyekolahkan ke luar negeri," Henry mengakui.
Sejak kecil Henry sudah menyukai Matematika dan Fisika. Ia kemudian kuliah di Singapura pada 1998 lalu, diteruskan ke Australia.
Di Australia, ia bekerja untuk menambah penghasilan. Henry pernah bekerja sebagai loper koran dan menjaga supermarket. "Waktu itu saya kerja di supermarket dapat shift subuh. Bayarannya terbilang besar, sekitar 25 sampai 30 dollar per jamnya. Bayaran shift pagi memang besar."
Ia juga pernah bekerja di sebuah startup bernama SpeedAlert, yang membuat aplikasi untuk mendeteksi dan memperingatkan batas kecepatan seseorang yang membawa kendaraan di jalan raya Australia. Australia memang menerapkan sistem batas kecepatan berlalu lintas. Karena itulah, ia rela bekerja di startup ini dan tidak dibayar. "Yang saya butuhkan adalah pengalaman dan portofolio," tuturnya.
Semasa di luar negeri, biasanya Henry menjalin komunikasi dengan keluarga di Indonesia menggunakan aplikasi chatting dan video call Skype.
Ketika ada kesempatan untuk kembali ke kampung halaman, Henry dan istri, Theresia Lesmana, membawa serta kedua putrinya, yakni Enrika Claire (5,5 tahun) dan Eidee Laurel (3,5 tahun).
"Anak-anak saya bisa bahasa Indonesia, tapi masih pelo-pelo," kata Henry sembari tertawa. "Dan kalau ke Indonesia, pasti anak saya dapat kosakata baru yang kedengarannya lucu-lucu."
Membangun mesin pencari Bing
Henry merupakan salah satu dari sekitar 80 orang asal Indonesia yang bekerja di kantor pusat Microsoft di Redmond.
Sejak Oktober 2008, ia dipercaya untuk mengembangkan Bing, sebuah proyek reinkarnasi dari tiga produk mesin pencari Microsoft sebelumnya, yaitu Live Search, Windows Live Search, dan MSN Search.
Bing, yang diluncurkan pada 3 Juni 2009, diasuh oleh banyak orang dari bermacam tim. Saking banyaknya, Henry tak bisa mengira-ngira berapa jumlah orang yang ikut mengembangkan Bing.
Henry punya peran besar di Bing. Ia turut membuat platform Bing. Tugas sehari-harinya kini memimpin urusan teknis dan inkubasi jangka panjang indeks pencarian. Timnya menyortir URL dari situs web dan blog yang baru lahir di seluruh dunia.
"Ada beribu-ribu URL, kapasitasnya petabyte, bukan lagi gigabyte atau terabyte," ucap Henry sambil menunjukkan screenshot di layar komputer bagaimana ia dan tim menyortir URL-URL baru.
Di sini timnya harus memilih konten apa yang paling relevan dengan hasil pencarian. Mulai dari berita, gambar, video, yang ada di situs web ataupun blog. Berita terkini selalu berada di garis depan pencarian.
Karier Henry di Microsoft terbilang cepat, ia naik jabatan jadi Software Design Engineer 2 (SDE 2) dan sekarang sudah Senior SDE.
Bing memang dibuat Microsoft untuk melawan dominasi Google di ranah mesin pencari. Namun, bukan berarti Bing mengekor fitur-fitur yang ada di Google. "Kami ingin selangkah lebih maju. Jadi tidak mengikuti pemimpin pasar, tapi kita harus membuat sesuatu yang baru," tegas Henry.
Bing berhasil menyerang kelemahan Google yang kini tidak diizinkan mencari konten Facebook. Sejak 2012, Bing bekerja sama dengan Facebook untuk menampilkan hasil pencarian konten-konten di situs jejaring sosial terbesar di dunia itu. Google sempat meradang karena hal ini, dan menyebut Facebook telah menyandera data penggunanya.
Sekarang Henry ingin membangun jaringan dengan Microsoft di Indonesia. Henry senang begitu mengetahui bahwa Microsoft Indonesia punya program yang membantu kelahiran dan menjaga hubungan antar-startup di Indonesia.
"Saya berkomitmen untuk menjalin hubungan dengan Microsoft Indonesia. Dan saya ingin mulai memperhatikan ekosistem bisnis software di Indonesia," aku Henry.
Sebagai orang Indonesia yang berhasil menembus kantor pusat Microsoft, Henry mengatakan bahwa orang Indonesia punya kemampuan teknis yang mumpuni, tak kalah, dan bahkan setara dengan orang dari negara lain. Yang menjadi masalah sekarang, menurut Henry, adalah soal jaringan.
Ketika bertemu orang yang hebat, ada baiknya untuk menjalin komunikasi dan hubungan yang baik. "Yang terpenting adalah jaringan, bagaimana kita membangun jaringan. Begitu ada kesempatan, maka sesuatu akan terjadi," ucap Henry.
Ia menyarankan, ada baiknya kampus-kampus di Indonesia menjalin hubungan baik dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia pun tak memungkiri bahwa keberhasilannya bekerja di Microsoft pusat tak lepas dari faktor jaringan dan tentu saja, keberuntungan.
Penghujung
tahun 2005 di kota Sydney, Australia, seorang pemuda yang lahir dan
besar di Sukabumi, Jawa Barat, mencoba peruntungan melamar kerja sebagai
teknisi software di Microsoft.
Wawancara selama 6 jam ia ladeni, dan hasilnya tidak sia-sia, kini ia bekerja di kantor pusat Microsoft.
Henry Tan Setiawan masih ingat betul momen berharga itu. Kala itu Microsoft sedang menggelarrecruitment trip di
beberapa negara, salah satunya Australia. Dan, kala itu pula ia masih
kuliah di University of Technology Sydney untuk mengejar gelar PhD yang
diemban sejak 2003.
Henry mulai
bekerja untuk Microsoft pada Januari 2006 di kota Redmond, Washington,
Amerika Serikat, dan langsung menangani layanan Messenger Server.
Jabatannya kala itu adalah Software Design Engineer (SDE).
"Karier saya benar-benar dimulai dari bawah," katanya saat ditemui di kantor Microsoft Indonesia, Kamis (7/6/2012).
Ia tak ingin
kuliahnya telantar. Karena itu, harus pintar-pintar membagi waktu antara
kuliah dan bekerja. Hingga pada 2007, Henry berhasil mendapat gelar PhD
di bawah bimbingan Prof Tharam S Dillon.
Sukabumi
Anak bungsu
dari dua bersaudara ini lahir di Sukabumi pada 7 Desember 1979, dari
pasangan Jan Setiawan dan Ina Setiawan. Ia besar di tengah keluarga
mampu. Ayah dan ibunya adalah pedagang hasil bumi dan ternak.
"Saya termasuk anak yang beruntung karena orangtua bisa menyekolahkan ke luar negeri," Henry mengakui.
Sejak kecil Henry sudah menyukai Matematika dan Fisika. Ia kemudian kuliah di Singapura pada 1998 lalu, diteruskan ke Australia.
Di Australia,
ia bekerja untuk menambah penghasilan. Henry pernah bekerja sebagai
loper koran dan menjaga supermarket. "Waktu itu saya kerja di
supermarket dapat shift subuh. Bayarannya terbilang besar, sekitar 25 sampai 30 dollar per jamnya. Bayaran shift pagi memang besar."
Ia juga pernah bekerja di sebuah startup bernama
SpeedAlert, yang membuat aplikasi untuk mendeteksi dan memperingatkan
batas kecepatan seseorang yang membawa kendaraan di jalan raya
Australia. Australia memang menerapkan sistem batas kecepatan berlalu
lintas. Karena itulah, ia rela bekerja di startup ini dan tidak dibayar. "Yang saya butuhkan adalah pengalaman dan portofolio," tuturnya.
Semasa di luar negeri, biasanya Henry menjalin komunikasi dengan keluarga di Indonesia menggunakan aplikasi chatting dan video call Skype.
Ketika ada
kesempatan untuk kembali ke kampung halaman, Henry dan istri, Theresia
Lesmana, membawa serta kedua putrinya, yakni Enrika Claire (5,5 tahun)
dan Eidee Laurel (3,5 tahun).
"Anak-anak saya bisa bahasa Indonesia, tapi masih pelo-pelo," kata Henry sembari tertawa. "Dan kalau ke Indonesia, pasti anak saya dapat kosakata baru yang kedengarannya lucu-lucu."
Membangun mesin pencari Bing
Henry merupakan salah satu dari sekitar 80 orang asal Indonesia yang bekerja di kantor pusat Microsoft di Redmond.
Sejak Oktober
2008, ia dipercaya untuk mengembangkan Bing, sebuah proyek reinkarnasi
dari tiga produk mesin pencari Microsoft sebelumnya, yaitu Live Search,
Windows Live Search, dan MSN Search.
Bing, yang
diluncurkan pada 3 Juni 2009, diasuh oleh banyak orang dari bermacam
tim. Saking banyaknya, Henry tak bisa mengira-ngira berapa jumlah orang
yang ikut mengembangkan Bing.
Henry punya
peran besar di Bing. Ia turut membuat platform Bing. Tugas
sehari-harinya kini memimpin urusan teknis dan inkubasi jangka panjang
indeks pencarian. Timnya menyortir URL dari situs web dan blog yang baru
lahir di seluruh dunia.
"Ada beribu-ribu URL, kapasitasnya petabyte, bukan lagi gigabyte atau terabyte," ucap Henry sambil menunjukkan screenshot di layar komputer bagaimana ia dan tim menyortir URL-URL baru.
Di sini timnya
harus memilih konten apa yang paling relevan dengan hasil pencarian.
Mulai dari berita, gambar, video, yang ada di situs web ataupun blog.
Berita terkini selalu berada di garis depan pencarian.
Karier Henry di
Microsoft terbilang cepat, ia naik jabatan jadi Software Design
Engineer 2 (SDE 2) dan sekarang sudah Senior SDE.
Bing memang
dibuat Microsoft untuk melawan dominasi Google di ranah mesin pencari.
Namun, bukan berarti Bing mengekor fitur-fitur yang ada di Google. "Kami
ingin selangkah lebih maju. Jadi tidak mengikuti pemimpin pasar, tapi
kita harus membuat sesuatu yang baru," tegas Henry.
Bing berhasil
menyerang kelemahan Google yang kini tidak diizinkan mencari konten
Facebook. Sejak 2012, Bing bekerja sama dengan Facebook untuk
menampilkan hasil pencarian konten-konten di situs jejaring sosial
terbesar di dunia itu. Google sempat meradang karena hal ini, dan
menyebut Facebook telah menyandera data penggunanya.
Sekarang Henry
ingin membangun jaringan dengan Microsoft di Indonesia. Henry senang
begitu mengetahui bahwa Microsoft Indonesia punya program yang membantu
kelahiran dan menjaga hubungan antar-startup di Indonesia.
"Saya berkomitmen untuk menjalin hubungan dengan Microsoft Indonesia. Dan saya ingin mulai memperhatikan ekosistem bisnis software di Indonesia," aku Henry.
Sebagai orang
Indonesia yang berhasil menembus kantor pusat Microsoft, Henry
mengatakan bahwa orang Indonesia punya kemampuan teknis yang mumpuni,
tak kalah, dan bahkan setara dengan orang dari negara lain. Yang menjadi
masalah sekarang, menurut Henry, adalah soal jaringan.
Ketika bertemu
orang yang hebat, ada baiknya untuk menjalin komunikasi dan hubungan
yang baik. "Yang terpenting adalah jaringan, bagaimana kita membangun
jaringan. Begitu ada kesempatan, maka sesuatu akan terjadi," ucap Henry.
Ia menyarankan,
ada baiknya kampus-kampus di Indonesia menjalin hubungan baik dengan
perusahaan-perusahaan multinasional. Ia pun tak memungkiri bahwa
keberhasilannya bekerja di Microsoft pusat tak lepas dari faktor
jaringan dan tentu saja, keberuntungan.
- See more at: http://serbainfolengkap.blogspot.com/2014/08/orang-indonesia-yang-ikut-membangun.html#sthash.CZ2l3HNd.dpufOrang Indonesia yang Ikut Membangun Mesin Pencari Microsoft
Penghujung
tahun 2005 di kota Sydney, Australia, seorang pemuda yang lahir dan
besar di Sukabumi, Jawa Barat, mencoba peruntungan melamar kerja sebagai
teknisi software di Microsoft.
Wawancara selama 6 jam ia ladeni, dan hasilnya tidak sia-sia, kini ia bekerja di kantor pusat Microsoft.
Henry Tan Setiawan masih ingat betul momen berharga itu. Kala itu Microsoft sedang menggelarrecruitment trip di
beberapa negara, salah satunya Australia. Dan, kala itu pula ia masih
kuliah di University of Technology Sydney untuk mengejar gelar PhD yang
diemban sejak 2003.
Henry mulai
bekerja untuk Microsoft pada Januari 2006 di kota Redmond, Washington,
Amerika Serikat, dan langsung menangani layanan Messenger Server.
Jabatannya kala itu adalah Software Design Engineer (SDE).
"Karier saya benar-benar dimulai dari bawah," katanya saat ditemui di kantor Microsoft Indonesia, Kamis (7/6/2012).
Ia tak ingin
kuliahnya telantar. Karena itu, harus pintar-pintar membagi waktu antara
kuliah dan bekerja. Hingga pada 2007, Henry berhasil mendapat gelar PhD
di bawah bimbingan Prof Tharam S Dillon.
Sukabumi
Anak bungsu
dari dua bersaudara ini lahir di Sukabumi pada 7 Desember 1979, dari
pasangan Jan Setiawan dan Ina Setiawan. Ia besar di tengah keluarga
mampu. Ayah dan ibunya adalah pedagang hasil bumi dan ternak.
"Saya termasuk anak yang beruntung karena orangtua bisa menyekolahkan ke luar negeri," Henry mengakui.
Sejak kecil Henry sudah menyukai Matematika dan Fisika. Ia kemudian kuliah di Singapura pada 1998 lalu, diteruskan ke Australia.
Di Australia,
ia bekerja untuk menambah penghasilan. Henry pernah bekerja sebagai
loper koran dan menjaga supermarket. "Waktu itu saya kerja di
supermarket dapat shift subuh. Bayarannya terbilang besar, sekitar 25 sampai 30 dollar per jamnya. Bayaran shift pagi memang besar."
Ia juga pernah bekerja di sebuah startup bernama
SpeedAlert, yang membuat aplikasi untuk mendeteksi dan memperingatkan
batas kecepatan seseorang yang membawa kendaraan di jalan raya
Australia. Australia memang menerapkan sistem batas kecepatan berlalu
lintas. Karena itulah, ia rela bekerja di startup ini dan tidak dibayar. "Yang saya butuhkan adalah pengalaman dan portofolio," tuturnya.
Semasa di luar negeri, biasanya Henry menjalin komunikasi dengan keluarga di Indonesia menggunakan aplikasi chatting dan video call Skype.
Ketika ada
kesempatan untuk kembali ke kampung halaman, Henry dan istri, Theresia
Lesmana, membawa serta kedua putrinya, yakni Enrika Claire (5,5 tahun)
dan Eidee Laurel (3,5 tahun).
"Anak-anak saya bisa bahasa Indonesia, tapi masih pelo-pelo," kata Henry sembari tertawa. "Dan kalau ke Indonesia, pasti anak saya dapat kosakata baru yang kedengarannya lucu-lucu."
Membangun mesin pencari Bing
Henry merupakan salah satu dari sekitar 80 orang asal Indonesia yang bekerja di kantor pusat Microsoft di Redmond.
Sejak Oktober
2008, ia dipercaya untuk mengembangkan Bing, sebuah proyek reinkarnasi
dari tiga produk mesin pencari Microsoft sebelumnya, yaitu Live Search,
Windows Live Search, dan MSN Search.
Bing, yang
diluncurkan pada 3 Juni 2009, diasuh oleh banyak orang dari bermacam
tim. Saking banyaknya, Henry tak bisa mengira-ngira berapa jumlah orang
yang ikut mengembangkan Bing.
Henry punya
peran besar di Bing. Ia turut membuat platform Bing. Tugas
sehari-harinya kini memimpin urusan teknis dan inkubasi jangka panjang
indeks pencarian. Timnya menyortir URL dari situs web dan blog yang baru
lahir di seluruh dunia.
"Ada beribu-ribu URL, kapasitasnya petabyte, bukan lagi gigabyte atau terabyte," ucap Henry sambil menunjukkan screenshot di layar komputer bagaimana ia dan tim menyortir URL-URL baru.
Di sini timnya
harus memilih konten apa yang paling relevan dengan hasil pencarian.
Mulai dari berita, gambar, video, yang ada di situs web ataupun blog.
Berita terkini selalu berada di garis depan pencarian.
Karier Henry di
Microsoft terbilang cepat, ia naik jabatan jadi Software Design
Engineer 2 (SDE 2) dan sekarang sudah Senior SDE.
Bing memang
dibuat Microsoft untuk melawan dominasi Google di ranah mesin pencari.
Namun, bukan berarti Bing mengekor fitur-fitur yang ada di Google. "Kami
ingin selangkah lebih maju. Jadi tidak mengikuti pemimpin pasar, tapi
kita harus membuat sesuatu yang baru," tegas Henry.
Bing berhasil
menyerang kelemahan Google yang kini tidak diizinkan mencari konten
Facebook. Sejak 2012, Bing bekerja sama dengan Facebook untuk
menampilkan hasil pencarian konten-konten di situs jejaring sosial
terbesar di dunia itu. Google sempat meradang karena hal ini, dan
menyebut Facebook telah menyandera data penggunanya.
Sekarang Henry
ingin membangun jaringan dengan Microsoft di Indonesia. Henry senang
begitu mengetahui bahwa Microsoft Indonesia punya program yang membantu
kelahiran dan menjaga hubungan antar-startup di Indonesia.
"Saya berkomitmen untuk menjalin hubungan dengan Microsoft Indonesia. Dan saya ingin mulai memperhatikan ekosistem bisnis software di Indonesia," aku Henry.
Sebagai orang
Indonesia yang berhasil menembus kantor pusat Microsoft, Henry
mengatakan bahwa orang Indonesia punya kemampuan teknis yang mumpuni,
tak kalah, dan bahkan setara dengan orang dari negara lain. Yang menjadi
masalah sekarang, menurut Henry, adalah soal jaringan.
Ketika bertemu
orang yang hebat, ada baiknya untuk menjalin komunikasi dan hubungan
yang baik. "Yang terpenting adalah jaringan, bagaimana kita membangun
jaringan. Begitu ada kesempatan, maka sesuatu akan terjadi," ucap Henry.
Ia menyarankan,
ada baiknya kampus-kampus di Indonesia menjalin hubungan baik dengan
perusahaan-perusahaan multinasional. Ia pun tak memungkiri bahwa
keberhasilannya bekerja di Microsoft pusat tak lepas dari faktor
jaringan dan tentu saja, keberuntungan.
Orang Indonesia yang Ikut Membangun Mesin Pencari Microsoft
Penghujung
tahun 2005 di kota Sydney, Australia, seorang pemuda yang lahir dan
besar di Sukabumi, Jawa Barat, mencoba peruntungan melamar kerja sebagai
teknisi software di Microsoft.
Wawancara selama 6 jam ia ladeni, dan hasilnya tidak sia-sia, kini ia bekerja di kantor pusat Microsoft.
Henry Tan Setiawan masih ingat betul momen berharga itu. Kala itu Microsoft sedang menggelarrecruitment trip di
beberapa negara, salah satunya Australia. Dan, kala itu pula ia masih
kuliah di University of Technology Sydney untuk mengejar gelar PhD yang
diemban sejak 2003.
Henry mulai
bekerja untuk Microsoft pada Januari 2006 di kota Redmond, Washington,
Amerika Serikat, dan langsung menangani layanan Messenger Server.
Jabatannya kala itu adalah Software Design Engineer (SDE).
"Karier saya benar-benar dimulai dari bawah," katanya saat ditemui di kantor Microsoft Indonesia, Kamis (7/6/2012).
Ia tak ingin
kuliahnya telantar. Karena itu, harus pintar-pintar membagi waktu antara
kuliah dan bekerja. Hingga pada 2007, Henry berhasil mendapat gelar PhD
di bawah bimbingan Prof Tharam S Dillon.
Sukabumi
Anak bungsu
dari dua bersaudara ini lahir di Sukabumi pada 7 Desember 1979, dari
pasangan Jan Setiawan dan Ina Setiawan. Ia besar di tengah keluarga
mampu. Ayah dan ibunya adalah pedagang hasil bumi dan ternak.
"Saya termasuk anak yang beruntung karena orangtua bisa menyekolahkan ke luar negeri," Henry mengakui.
Sejak kecil Henry sudah menyukai Matematika dan Fisika. Ia kemudian kuliah di Singapura pada 1998 lalu, diteruskan ke Australia.
Di Australia,
ia bekerja untuk menambah penghasilan. Henry pernah bekerja sebagai
loper koran dan menjaga supermarket. "Waktu itu saya kerja di
supermarket dapat shift subuh. Bayarannya terbilang besar, sekitar 25 sampai 30 dollar per jamnya. Bayaran shift pagi memang besar."
Ia juga pernah bekerja di sebuah startup bernama
SpeedAlert, yang membuat aplikasi untuk mendeteksi dan memperingatkan
batas kecepatan seseorang yang membawa kendaraan di jalan raya
Australia. Australia memang menerapkan sistem batas kecepatan berlalu
lintas. Karena itulah, ia rela bekerja di startup ini dan tidak dibayar. "Yang saya butuhkan adalah pengalaman dan portofolio," tuturnya.
Semasa di luar negeri, biasanya Henry menjalin komunikasi dengan keluarga di Indonesia menggunakan aplikasi chatting dan video call Skype.
Ketika ada
kesempatan untuk kembali ke kampung halaman, Henry dan istri, Theresia
Lesmana, membawa serta kedua putrinya, yakni Enrika Claire (5,5 tahun)
dan Eidee Laurel (3,5 tahun).
"Anak-anak saya bisa bahasa Indonesia, tapi masih pelo-pelo," kata Henry sembari tertawa. "Dan kalau ke Indonesia, pasti anak saya dapat kosakata baru yang kedengarannya lucu-lucu."
Membangun mesin pencari Bing
Henry merupakan salah satu dari sekitar 80 orang asal Indonesia yang bekerja di kantor pusat Microsoft di Redmond.
Sejak Oktober
2008, ia dipercaya untuk mengembangkan Bing, sebuah proyek reinkarnasi
dari tiga produk mesin pencari Microsoft sebelumnya, yaitu Live Search,
Windows Live Search, dan MSN Search.
Bing, yang
diluncurkan pada 3 Juni 2009, diasuh oleh banyak orang dari bermacam
tim. Saking banyaknya, Henry tak bisa mengira-ngira berapa jumlah orang
yang ikut mengembangkan Bing.
Henry punya
peran besar di Bing. Ia turut membuat platform Bing. Tugas
sehari-harinya kini memimpin urusan teknis dan inkubasi jangka panjang
indeks pencarian. Timnya menyortir URL dari situs web dan blog yang baru
lahir di seluruh dunia.
"Ada beribu-ribu URL, kapasitasnya petabyte, bukan lagi gigabyte atau terabyte," ucap Henry sambil menunjukkan screenshot di layar komputer bagaimana ia dan tim menyortir URL-URL baru.
Di sini timnya
harus memilih konten apa yang paling relevan dengan hasil pencarian.
Mulai dari berita, gambar, video, yang ada di situs web ataupun blog.
Berita terkini selalu berada di garis depan pencarian.
Karier Henry di
Microsoft terbilang cepat, ia naik jabatan jadi Software Design
Engineer 2 (SDE 2) dan sekarang sudah Senior SDE.
Bing memang
dibuat Microsoft untuk melawan dominasi Google di ranah mesin pencari.
Namun, bukan berarti Bing mengekor fitur-fitur yang ada di Google. "Kami
ingin selangkah lebih maju. Jadi tidak mengikuti pemimpin pasar, tapi
kita harus membuat sesuatu yang baru," tegas Henry.
Bing berhasil
menyerang kelemahan Google yang kini tidak diizinkan mencari konten
Facebook. Sejak 2012, Bing bekerja sama dengan Facebook untuk
menampilkan hasil pencarian konten-konten di situs jejaring sosial
terbesar di dunia itu. Google sempat meradang karena hal ini, dan
menyebut Facebook telah menyandera data penggunanya.
Sekarang Henry
ingin membangun jaringan dengan Microsoft di Indonesia. Henry senang
begitu mengetahui bahwa Microsoft Indonesia punya program yang membantu
kelahiran dan menjaga hubungan antar-startup di Indonesia.
"Saya berkomitmen untuk menjalin hubungan dengan Microsoft Indonesia. Dan saya ingin mulai memperhatikan ekosistem bisnis software di Indonesia," aku Henry.
Sebagai orang
Indonesia yang berhasil menembus kantor pusat Microsoft, Henry
mengatakan bahwa orang Indonesia punya kemampuan teknis yang mumpuni,
tak kalah, dan bahkan setara dengan orang dari negara lain. Yang menjadi
masalah sekarang, menurut Henry, adalah soal jaringan.
Ketika bertemu
orang yang hebat, ada baiknya untuk menjalin komunikasi dan hubungan
yang baik. "Yang terpenting adalah jaringan, bagaimana kita membangun
jaringan. Begitu ada kesempatan, maka sesuatu akan terjadi," ucap Henry.
Ia menyarankan,
ada baiknya kampus-kampus di Indonesia menjalin hubungan baik dengan
perusahaan-perusahaan multinasional. Ia pun tak memungkiri bahwa
keberhasilannya bekerja di Microsoft pusat tak lepas dari faktor
jaringan dan tentu saja, keberuntungan.
Tumbuh-tumbuhan
umumnya dijadikan hiasan baik di taman atau di dalam ruangan. Kulit
buah dan batang sayuran, umumnya juga akan dibuang setelah buah dan
sayurnya kita makan dan olah. Tapi, yang dianggap sampah ini ternyata
dapat menghasilkan bahan bakar alternatif pengganti bensin atau Bahan
Bakar Minyak.
Sebuah inovasi baru ditemukan sekelompok Mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Alat ini berupa Biosteam Converter. Kemampuan alat ini bisa mengubah sampah menjadi sebuah bahan bakar kendaraan.
Biosteam Converter berguna mengubah bioetanol atau alkohol cair menjadi uap. Transformasi ini agar bioetanol bisa digunakan pada kendaraan bermotor.
“Ide pembuatan alat Biosteam untuk menjadikan Bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan ini pun bermula dari terbatasnya produsen Bioetanol dalam mendistribusikan Bioetanolnya pada konsumen,” kata salah satu mahasiswa UNAIR, Mochammad Safari, di sela-sela acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-25 di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis 12 Juli 2012.
“Mitra kami ingin memproduksi Bioetanol tapi terbatas, karena permintaan yang masih kurang. Masyarakat yang umumnya masih belum tahu kegunaan Bioetanol ini. Padahal Bioetanol ini sangat bermanfaat,” jelasnya.
Penelitian ini awalnya diaplikasikan pada becak bermotor. Kendaraan tradisional ini dipilih karena sarana transportasi yang khas Indonesia.
“Saat ini juga ada fenomena baru berupa becak motor. Kami menyimpulkan, ini sebenarnya wujud dari Biosteam tadi. Biosteam menjadikan bioetanol sebagai bahan bakarnya,”paparnya.
Kendaraan bermotor pada dasarnya dapat dijalankan menggunakan bioetanol berkadar 99 persen dengan campuran etanol 15 persen, dan bensin 85 persen. Takaran ini sesuai anjuran pemerintah. Tapi, kendaraan sudah bisa berjalan menggunakan bioetanol dengan takaran 96 persen dicampur etanol dan bensin yang masing-masing 50 persen.
“Bahkan, dengan Bioetanol 100 persen murni tanpa campuran bensin, kendaraan juga sudah bisa dijalankan. Meskipun, kurang maksimal,” terangnya.
Selain sebagai bahan pengganti alternatif, bioetanol ini juga memiiliki keunggulan lain. Bahan bakunya yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan dan sampah organik. Bahan bakar dari bioetanol ini dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Bioetanol memiliki gas buang atau emisi yang rendah.
“Becak yang dipasangi alat Biosteam ini dapat berjalan hingga 60 km per jam,” katanya. - See more at: http://serbainfolengkap.blogspot.com/2014/08/becak-yang-berbahan-bakar-sampah.html#sthash.GGahtoPA.dpuf
Sebuah inovasi baru ditemukan sekelompok Mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Alat ini berupa Biosteam Converter. Kemampuan alat ini bisa mengubah sampah menjadi sebuah bahan bakar kendaraan.
Biosteam Converter berguna mengubah bioetanol atau alkohol cair menjadi uap. Transformasi ini agar bioetanol bisa digunakan pada kendaraan bermotor.
“Ide pembuatan alat Biosteam untuk menjadikan Bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan ini pun bermula dari terbatasnya produsen Bioetanol dalam mendistribusikan Bioetanolnya pada konsumen,” kata salah satu mahasiswa UNAIR, Mochammad Safari, di sela-sela acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-25 di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis 12 Juli 2012.
“Mitra kami ingin memproduksi Bioetanol tapi terbatas, karena permintaan yang masih kurang. Masyarakat yang umumnya masih belum tahu kegunaan Bioetanol ini. Padahal Bioetanol ini sangat bermanfaat,” jelasnya.
Penelitian ini awalnya diaplikasikan pada becak bermotor. Kendaraan tradisional ini dipilih karena sarana transportasi yang khas Indonesia.
“Saat ini juga ada fenomena baru berupa becak motor. Kami menyimpulkan, ini sebenarnya wujud dari Biosteam tadi. Biosteam menjadikan bioetanol sebagai bahan bakarnya,”paparnya.
Kendaraan bermotor pada dasarnya dapat dijalankan menggunakan bioetanol berkadar 99 persen dengan campuran etanol 15 persen, dan bensin 85 persen. Takaran ini sesuai anjuran pemerintah. Tapi, kendaraan sudah bisa berjalan menggunakan bioetanol dengan takaran 96 persen dicampur etanol dan bensin yang masing-masing 50 persen.
“Bahkan, dengan Bioetanol 100 persen murni tanpa campuran bensin, kendaraan juga sudah bisa dijalankan. Meskipun, kurang maksimal,” terangnya.
Selain sebagai bahan pengganti alternatif, bioetanol ini juga memiiliki keunggulan lain. Bahan bakunya yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan dan sampah organik. Bahan bakar dari bioetanol ini dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Bioetanol memiliki gas buang atau emisi yang rendah.
“Becak yang dipasangi alat Biosteam ini dapat berjalan hingga 60 km per jam,” katanya. - See more at: http://serbainfolengkap.blogspot.com/2014/08/becak-yang-berbahan-bakar-sampah.html#sthash.GGahtoPA.dpuf
0 komentar:
Posting Komentar